Rabu, 02 Juli 2008

Pemerintah Akan Uji DNA Tan Malaka



Pemerintah melalui Departemen Sosial berniat membentuk tim forensik untuk menguji Deoxyribonucleic Acid (DNA) pejuang kiri Tan Malaka yang menurut sejarawan Belanda Harry A Poeze, kerangkanya dikubur di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri. "Pak Menteri (Bachtiar Chamsyah) sangat menghormati hasil penelitian ini. Beliau setuju membentuk tim forensik untuk meneliti DNA Tan Malaka," kata Direktur Jenderal Kelembagaan Depsos Prof Dr Gunawan Sumodiningrat di Gedung Juang, Senin (30/7).

Gunawan di gedung itu dalam rangka menghadiri peluncuran tiga jilid buku terbaru karangan Harry A Poeze berjudul 'Verguisd en Vergeten, Tan Malaka, De linkse Beweging en Indonesische Revolutien 1945-1949' atau 'Dihujat dan Dilupakan: Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia 1945-1949'. Edisi bahasa Indonesianya sedang diterjemahkan Hersri Setiawan, sastrawan kiri yang dipenjara di Pulau Buru antara 1969-1978, dan jilid pertama buku itu akan terbit paling cepat Januari 2008.

Menurut Gunawan, Menteri Bahctiar sejatinya berniat hadir di acara kemarin tapi mendadak diajak Presiden Susilo ke Cianjur, kemarin. Sedangkan menurut Harry, jika tim forensik itu kelak terbentuk, uji DNA Tan Malaka akan dicocokkan dengan seorang keponakannya bernama Zulfikar. "Pak Zulfikar ini anak dari Pak Kamaruddin Rasad, adik Tan Malaka," kata Harry. Zulfikar juga hadir di Gedung Juang. Dosen itu jadi salah satu narasumber Harry sejak 35 tahun silam. Tapi, dia baru diberitahu ihwal lokasi kuburan Tan Malaka sekitar sebulan lalu. "Tan Malaka tidak menikah sampai akhir hayatnya. Jadi, hanya saya yang paling dekat hubungan darahnya," kata Zulfikar.

Rencananya, jika sudah ada kepastian soal kerangka Tan Malaka, Departemen Sosial akan memindahkannya ke Taman Makam Pahlawan di Kalibata. "Tapi itu terserah pemerintah," kata Harry. Harry menuturkan, kesimpulan soal lokasi kuburan Tan Malaka diperolehnya dari banyak sumber, mulai dari para mantan aktivis Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) dan para veteran perang sampai dokumen di Kodam V/Brawijaya. "Saya bekerja seperti detektif," katanya, tersenyum. Ia berkesimpulan, prasasti di pinggir Kali Brantas dalam kota Kediri yang selama ini dipercaya sebagai lokasi eksekusi Tan Malaka, tidaklah benar. "Itu tempat pembunuhan tiga pengawal Tan Malaka, yang kemudian dibuang ke sungai," katanya.

Ia akhirnya sampai di Desa Selopanggung, sekira 20 Km di sebelah barat Kediri. Jalan menuju desa di lereng Gunung Wilis itu tidak dapat dimasuki kendaraan roda empat. Di desa itulah, pada 21 Februari 1949, dibantai satu pasukan yang dipimpin Soekotjo atas perintah sebuah divisi yang dipimpin Soengkono. Soekotjo kelak jadi wali kota pertama Surabaya di zaman Orde Baru.

Menurut Harry, motivnya adalah perselisihan paham di kalangan tentara, bukan atas perintah Soekarno-Hatta atau Jenderal Sudirman. Meskipun, Tan Malaka adalah penentang utama politik diplomasi Soekarno-Hatta. Seperti diketahui, Soekarno-Hatta pada masa revolusi fisik tidak berbaur dengan rakyat untuk bergerilya melawan agresi militer Belanda. Keduanya justru tidak melawan ketika dibuang ke luar Jawa. Sedangkan pimpinan tentara Jatim justru mendukung mereka. "Tan Malaka bilang, seperti Sudirman, seharusnya mereka ikut gerilya," tutur Harry. Sebelum ditangkap tahun 1949 itu, Tan Malaka juga pernah ditangkap tentara di bawah pimpinan Abu Bakar Lubis pada Maret 1996 atas tuduhan kudeta.

Saat itu, Muhammad Yamin sebagaimana terbaca dalam dokumennya yang dihibahkan ke Arsip Nasional RI, juga ikut mengecam tindakan sewenang-wenang rezim Sukarno-Hatta melalui pernyataan pers. Yamin sendiri kemudian dituduh kudeta oleh rezim Sukarno dalam Peristiwa 3 Juli 1946. Namun, sebagaimana dicatat sejarah, Yamin setelah itu justru jadi loyalis Sukarno dengan menjadi aneka menteri berkali-kali. Sedangkan terhadap Tan Malaka, Sukarno menggelarinya sebagai pahlawan nasional 14 tahun setelah kematiannya.

Ihwal benar-tidaknya pelaku pembunuhan Tan Malaka ini, Harry juga coba bertanya kepada janda Soekotjo yang tinggal di kawasan Darmo, Surabaya. "Tapi dia mengaku tidak tahu karena kejadiannya sebelum mereka menikah," kata Harry. Ia tak sempat bertanya kepada anak-anak Soekotjo barangkali pernah bercerita soal peristiwa itu.

Ada yang menarik dalam peluncuran buku kemarin. Harry untuk pertama kalinya memperdengarkan mars Partai Komunis Indonesia (PKI) berjudul 'Darah Rakyat' dan mars Partai Murba. "Saya minta tolong Pieter Mulder untuk aransemennya. Kalau penyanyinya Elektra Gontsjarova," ujarnya. Gontsjarova seorang Belanda yang tak fasih bahasa Indonesia. Ia melafalkan huruf 'E' dalam kata 'berjalan' menjadi lafal 'E' dalam kata 'sate'. Syair dalam 'Darah Rakyat' itu berbunyi, antara lain, 'Kita bersumpah pada rakyat, kemiskinan pasti hilang. Kaum pekerja akan memerintah, dunia baru pasti datang.' Sedangkan syair dalam mars Partai Murba, antara lain, 'Ruji penjara sudahlah tua, tali gantungan sudah usang. Ini hari penghabisan bagi abad penindasan.' Harry sengaja memutar ulang mars kedua partai kiri itu bukan untuk menyamakan sama sekali. Ia tahu, Tan Malaka sosok kontroversial yang bahkan dibenci oleh PKI sampai era DN Aidit. (persda netrowk/yul)

Sumber : http://yuli-ahmada.blogspot.com/2007/08/pemerintah-uji-dna-tan-malaka.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar