Rabu, 25 Juni 2008



PERLU BANTUAN PEMERINTAH MENGGALI KUBURAN TAN MALAKA


Berikut Petikan wawancara febrianti (www.padangkini.com) dengan Harry A. Poeze Ketika ia Berkunjung Ke Rumah Tan Malaka di Pandan Gadang, Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat

Setelah 30 tahun meneliti di Indonesia, Anda hanya menulis tentang Tan Malaka?
Tak hanya Tan Malaka, saya menulis tentang pergerakan di Indonesia, ada lebih 10 buku.


Kenapa tertarik menulis Tan Malaka?
Karena dia orang yang luar biasa dan petualangannya sangat menarik.


Setelah meneliti hingga tahu kuburannya apakah Anda merasa puas?
Puas, tetapi belum selesai. Mungkin ada hal-hal baru yang bisa didapat dan saya merevisi buku tentang Tan Malaka sebelumnya. Ini buku 3 jilid diterbitkan tahun 2000 dalam bahasa Belanda, beratnya sekitar 5 kg. Ada beberapa lagi yang harus diperbaki karena salah cetak.

(Buku karya Harry A Poeze itu berjudul Verguisd en Vergeten Tan Malaka, de Linkse Beweging en de Indonesische Revolutie, 1945-1949/ Tan Malaka, Dihujat dan Dilupakan, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia 1945-1949-redaksi).

Akan diterbitkan dalam bahasa Indonesia?
Edisi bahasa Indonesia sedang dibikin dan akan terbit satu per satu, semuanya dalam enam jilid. Sekarang sedang diterjemahkan. Mudah-mudahan tahun ini jilid satu akan terbit. Dalam buku itu saya tidak hanya membahas tingkah laku Tan Malaka, tapi juga dalam hubungan dengan peristiwa di Republik Indonesia.

Sampai sekarang masih ada peristiwa yang penting dalam revisi yang belum ditulis dengan teliti. Saya sudah meneliti itu selama 20 tahun dan mewawancarai tokoh-tokoh yang punya perananan penting dan semuanya meninggal. Saya bertemu mereka, tetapi ingatan mereka masih sangat baik, itu yang penting.

Apa hal baru dalam buku itu?
Buku saya dalam 3 jilid akan memberi riwayat hidup Tan Malaka pra revolusi tahun 1945-1949 dan juga hubungan dengan perkembangan Republik Indonesia dimana peranan Tan Malaka besar sekali, tetapi selalu diabaikan oleh sejarahwan.

Saya mulai meneliti Tan Malaka pada 1972 untuk skripsi. Saya menelitinya dari arsip literatur. Setelah meneliti jadi makin tertarik, dilanjutkan terus. Skripsi hanya 200 halaman dan risetnya terbatas.

Saya masih ingat saya ke sini (ke rumah kelahiran Tan Malaka di Pandan Gadang, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota-red) tahun 1976. Waktu itu saya datang kembali dengan istri saya dari Suliki dan jalan ke sini, ada 2 tentara bilang tidak bisa pergi ke Pandan Gadang karena ini desa yang dilarang untuk orang asing.

Saya bilang, kenapa, karena saya turis biasa, dan saya pura-pura tidak mengerti bahasa Indonesia, karena itu saya bisa tinggal di Indonesia. Saat itu saya datang dalam rangka penelitian, tetapi di paspor saya untuk wisata, kalau tidak, tidak bisa masuk, bisa dikuntit terus.

Waktu itu saya bisa mengunjungi tempat ini, saya bilang bersama istri dan saya pergi saja. Waktu itu rumah ini ditinggali seorang keponakan Tan Malaka, dan hanya 30 tahun sesudah itu saya kembali lagi, dan sekarang kali yang keempat ke sini. Dan saya harap pada kali yang kelima saya bisa kembali lagi karena barangkali bisa membawa buku-buku yang saya tulis.

Benda Peninggalan Tan Malaka Bagaimana?
Kalau foto Tan Malaka hanya ada beberapa. Dalam riwayat hidup Tan Malaka mungkin hanya ada 30-40 foto. Tidak banyak.

Di rumah kelahiran Tan Malaka mungkin ada harta pusaka yang juga pernah digunakan Tan Malaka saat menjabat sebagai datuk. Tapi barang lain tidak ada, sayang sekali. Selain itu hanya ada buku yang ditulis oleh Tan Malaka dan mengenai Tan Malaka.

Kesan setelah datang kembali ke sini?
Rumah Tan Malaka waktu itu masih dipakai seorang keponakan Tan Malaka, saya nilai sangat baik ini dijadikan museum. Kalau dulu sukar menghimpun barang. Saya senang ini dijadikan museum. Belum pernah orang tahu Tan Malaka dan Sukarno pernah dipotret bersama. Saya yang menemukan, saya dapat di Indonesia, tidak ada orang yang tahu itu Tan Malaka, orang hanya tahu itu orang yang tidak dikenal.

Tentang kuburan Tan Malaka?
Nanti kalau bisa kita gali lagi kuburannya, dan familinya mau tes DNA dari tulangnya Tan Malaka. Kita sedang mengupayakan, harus ada bantuan pemerintah untuk menggali kuburan Tan Malaka, dan harus ada timnya. Tetapi kemajuannya belum memuaskan.

Saya akan mendatangi departemen. Saya bertemu Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah bulan Juli 2007, dia juga kenal baik dengan Tan Malaka, waktu masih muda dia membaca Madilog dan buku Tan Malaka lainnya.

Kenapa masih ingin ke Bukittinggi?
Sebenarnya saya mau melihat lagi sekolah Tan Malaka di Sekolah Raja Bukittinggi (Kweek School). Sekolahnya masih ada, sekarang SMA Negeri 2 Bukittinggi. Besar sekali, saya pernah ke sana, tapi hari ini mau pergi ke sana lagi, mau melihat lagi. Harus saya lihat, mau saya potret. Saya ke Bukittinggi sudah 5 kali.

Kenapa ingin kembali?
Sudah beberapa kali, saya masih ingin melihat lagi dan mengambil foto. Tahun lalu saya diundang pengangkatan gelar datuk, Tan Malaka itu gelar adat. Saya diundang, menarik sekali, walaupun saya tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan. Nama Tan Malaka dipakai setelah ia mendapat gelar datuk.

Oh, ya, bagaimana kehidupan pribadi Tan Malaka?
Tan Malaka orang yang menarik, ganteng. Dua kupingnya ke depan. Ada yang mengatakan Tan Malaka gay, tapi saya kira ini tidak benar. Karena dalam riwayat hidupnya dia juga pernah menemukan wanita. Tapi Tan Malaka bilang, dalam hidup saya hanya ada satu tujuan, kemerdekaan... memerdekaan Indonesai dari Belanda.

Dan dalam surat itu tidak ada tempat untuk wanita baginya. Ini saya kira Tan Malaka seorang yang seperti beberapa orang revolusioner lainnya, yang hanya punya satu tujuan dalam hidupnya, dalam mengupayakan itu tidak ada waktu untuk wanita.

SK Trimurti bilang Tan Malaka seorang yang sangat bersih dalam bidang wanita. Dia menghormati wanita dan tidak ada kata-kata kotor, ini berbeda sekali dengan Soekarno. Dalam kesimpulan ini, Tan Malaka tidak punya waktu untuk wanita. Tujuannya hanya revolusi, mungkin sesudah revolusi baru ada tempat untuk wanita, tetapi ia meninggal sebelum revolusi selesai. (febrianti/padangkini.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar